Kamis, 04 Juni 2009

DPR PALING KORUP

Diposting oleh Achmad

Jakarta, Kompas - Untuk ketiga kalinya sejak tahun 2004, lembaga legislatif dipersepsikan sebagai institusi terkorup di Indonesia. Hal serupa pernah disandang lembaga legislatif pada 2004 bersama dengan partai politik serta tahun 2006 bersama dengan kepolisian dan lembaga peradilan.
Demikian hasil survei Barometer Korupsi Global yang dilakukan Transparency International (TI) di Indonesia. Survei yang dipublikasikan pada Rabu (3/6) di Jakarta ini dilakukan pada 11-20 November 2008 terhadap 500 responden yang berumur di atas 16 tahun.
Dengan skor antara 1 untuk sama sekali tidak korupsi dan 5 untuk sangat korup, pada survei tahun 2008 ini lembaga legislatif mendapat skor 4,4. Skor yang sama juga diraih lembaga itu pada tahun 2004. Lembaga peradilan, yang dipersepsikan sebagai institusi terkorup kedua, mendapat skor 4,1. Parpol sebagai institusi terkorup ketiga mendapat skor 4.
Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia Todung Mulya Lubis menuturkan, survei ini rutin dilakukan Transparency International di Indonesia sejak tahun 2004. Hasil survei 2008 turut dipengaruhi oleh terungkapnya kasus korupsi yang dilakukan sejumlah anggota DPR, seperti Al Amien Nur Nasution, Bulyan Royan, hingga Hamka Yandhu.
Namun, lanjut Todung, juga ada sisi positif dalam hasil survei ini, yaitu masyarakat melihat usaha pemerintah dalam pemberantasan korupsi sudah berjalan efektif. Ini terkait dengan kinerja positif sejumlah lembaga, seperti KPK, Pengadilan Tipikor, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
”DPR perlu berusaha keras membersihkan citra institusinya, antara lain dengan tidak menunjukkan sikap yang dapat dilihat sebagai resistensi terhadap institusi pemberantasan korupsi, misalnya mewacanakan pembubaran KPK,” ujar Todung.
Anggota DPR, Gayus Lumbuun menyatakan tidak mempermasalahkan hasil survei tersebut. Yang penting, bagaimana menunjukkan jika perbaikan sudah mulai dilakukan.
Adapun pengajar Filsafat Universitas Indonesia, Rocky Gerung, melihat hasil survei itu menunjukkan telah terjadinya defisit etika yang luar biasa di Indonesia. ”DPR itu kartel korupsi. Politik itu tidak transparan dan lobi merupakan pasar gelap kekuasaan,” kata dia.
Dalam korupsi di DPR, yang penting dilihat tidak hanya jumlah yang mereka korupsi. Namun, perlu dilihat misi atau tujuan mereka yang menjadi anggota DPR. ”Untuk apa orang menjadi anggota DPR jika tidak memiliki pengetahuan memadai dalam bernegara dan berpolitik. Ini yang membuat terjadinya korupsi,” ujar Rocky.

0 komentar:

Posting Komentar