Jumat, 05 Juni 2009

Etika Survei di Gugat

Diposting oleh Achmad

Hasil survei LSI Direspons Positif

[JAKARTA] Etika sejumlah lembaga survei yang dibiayai tim sukses parpol atau capres tertentu, dan mengumumkan hasilnya kepada publik digugat. Pasalnya, hal itu ditengarai hanya untuk mendongkrak popularitas parpol dan capres tertentu, sehingga bisa mengarahkan pilihan masyarakat sesuai hasil survei.

Gugatan tersebut dilayangkan Guru Besar Fisip Universitas Indonesia, Ibramsjah, dan Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, di Jakarta, Kamis (4/6) dan Jumat (5/6). "Etikanya, jika survei dibiayai tim sukses capres tertentu, hasilnya jangan dipublikasikan," kata Ibramsjah.

Komentarnya itu menanggapi pengakuan Direktur Riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) Kuskrido Ambardi, bahwa lembaganya dibiayai Fox Indonesia, konsultan tim sukses pasangan SBY-Boediono.

Untuk mencegah bias di masyarakat, Ibramsjah meminta agar sumber dana lembaga survei diumumkan secara transparan, dan diimbangi dengan menjaga profesionalisme metodologi survei. 

Menurutnya, survei yang dipesan pihak tertentu, dan hasilnya diumumkan ke publik tidak beretika. Hasil survei seperti itu bisa menyesatkan pandangan masyarakat dan cenderung mengarahkan pada pilihan tertentu. 

Dalam survei LSI terakhir, disebutkan bahwa SBY-Boediono mendapat dukungan 70 persen. Sedangkan, pasangan JK-Wiranto mendapat dukungan 7 persen, dan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto 18 persen.

Terkait hal itu, Kuskrido mengakui bahwa survei tersebut dibiayai Fox Indonesia. Namun, dia menegaskan hal itu bukan berarti datanya bisa dimanipulasi. "Saya menjamin tidak ada manipulasi dalam survei ini. Kami tidak mau diintervensi soal hasil data. Lagi pula, kami tidak bisa mengendalikan persepsi orang," jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Ray Rangkuti mengingatkan hasil survei sangat mampu mempengaruhi pemilih mengambang (swing voters) yang jumlahnya hampir 30 persen dari jumlah pemilih. "Para swing voters bisa berpikir buat apa pilih yang kalah," jelasnya.

Kritik yang sama disampaikan anggota Tim Sukses Megawati-Prabowo, Maruarar Sirait. "Survei LSI dibiayai oleh Fox Indonesia yang ada unsur Partai Demokrat. Makanya, patut dipertanyakan, mana konsistensi dan independensi mereka," katanya.

Secara terpisah, Wakil Sekjen Partai Demokrat Syarif Hasan menegaskan, hasil survei yang menempatkan SBY-Boediono di posisi teratas tidak membuat tim sukses besar kepala. "Hasil survei itu kami jadikan bahan evaluasi tim sukses," jelasnya.


Respons Positif

Sementara itu, pasar saham dan nilai rupiah menguat pada perdagangan Jumat (12/5). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan sesi 1 menguat 32,27 poin atau 1,64% ke posisi 2.065,99. Sedangkan kurs di posisi Rp 10.023 per dolar AS, menguat 20 poin diban-ding penutupan kemarin.

Menurut pengamat pasar modal, Iswahyudi Ashari, pasar sudah lama merespons positif SBY untuk memimpin kembali negara ini. "Sejak kemenangan Partai Demokrat di pemilu legislatif, pasar sudah optimistis SBY akan kembali jadi presiden," jelasnya.

Pencapaian positif dari pemerintah saat ini juga disampaikan Kepala Divisi Asia Pasifik IMF, Thomas Rumbaugh yang didampingi Kepala Perwakilan IMF Jakarta, Milan Zavadjil, Jumat (5/6) di Jakarta. Dia menilai, Indonesia merupakan salah satu negara di Asia, selain Tiongkok, India, dan Vietnam, yang tahan terhadap terpaan krisis. Hal itu karena kondisi politik, ekonomi, dan kebijakan fiskal yang ditetapkan pemerintahan saat ini relatif bagus. 

"Setelah bertumbuh rata-rata 6 persen sejak tahun 2005 sampai 2008, pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun 2009 Indonesia bisa mencapai 4,4 persen, padahal negara-negara lain minus. Ini pencapaian yang luar biasa," ujar Rumbaugh yang berkunjung ke Indonesia 25 Mei hingga 5 Juni.

Menurutnya, utang luar negeri Indonesia juga turun menjadi 30 persen dari PDB, cadangan devisa naik, rupiah menguat, inflasi menurun, inflasi Januari sampai Mei tidak sampai 0,5 persen, sehingga inflasi 2009 diyakini di bawah 5 persen. Selain itu BI rate yang kini 7 persen berpeluang turun lagi. "Semua itu sangat bagus bagi pertumbuhan ekonomi lebih lanjut," tandasnya.


Kedepankan Akurasi

Menyikapi gugatan tersebut, Direktur Indo Barometer, M Qodari menolak anggapan bahwa semua survei hasil pesanan pasti bias hasilnya. "Jualan utama sebuah lembaga survei adalah akurasi. Dan akurasi itu hanya bisa didapat lewat metodologi yang benar serta sikap independen dalam melakukan survei. Karena itu, lembaga survei yang benar tidak akan pernah menggadaikan independensinya demi rupiah," katanya.

Dia mengakui, tidak semua lembaga survei steril dari kepentingan. Terkadang lembaga survei bisa dipakai untuk mendongkrak citra sang pemesan. "Tapi sekali lagi, bukan berarti karena itu, lantas dengan mudah bisa dikatakan bahwa semua survei yang dibayar pasti tidak akurat," tegasnya.

Hal senada ditegaskan Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia, yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Studi Demokrasi (LSD), Denny JA. Dia mengaku tidak khawatir mendapat penilaian tidak independen. "Kami tidak ingin menjerumuskan klien (penyandang dana), tetapi memberikan data apa adanya. Jika baik ya dikatakan baik, buruk dikatakan buruk. Kita tidak ingin menggali kuburan sendiri," katanya.

Denny menjelaskan, sebuah survei butuh dana besar. "Tidak mungkin lembaga survei mengeluarkan biaya yang besar itu. Tapi kami tidak ingin hasilnya dipesan dan lari dari fakta lapangan," ujarnya. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (LSN) Umar S Bakry, menegaskan, lembaganya masih independen. 

Terkait biaya survei, Umar menjelaskan, paling sedikit Rp 200 juta, dan itu bisa diatasi dengan biaya sendiri. "Tetapi kalau dibiayai kandidat bisa mencapai Rp 1 miliar, dengan keuntungan 10 persen dari dana survei," ungkapnya.

Umar menambahkan, lembaga survei yang tergabung dalam tim sukses kandidat biasanya menerima bayaran yang jauh lebih besar. "Makanya, banyak yang tergiur," ucap Umar.

Akan tetapi, menurutnya, sikap profesional akan ditunjukkan lembaga survei saat menggarap penghitungan cepat (quick count) pada hari pemungutan suara. "Saat itu, lembaga survei akan mempertaruhkan kinerja mereka. Biasanya mereka bekerja seobjektif mungkin, walaupun terikat dengan salah satu parpol," ucapnya.

0 komentar:

Posting Komentar